Wednesday, June 13, 2007

Terima Kasih, BERPINDAH ALAMAT


Sejak November 2005
atas motivasi dari adik tercinta
Agus Sampurno
Saya mulai menulis di blog
yang makin hari makin mengasyikkan
hingga terasa ada yang kurang
bila semingu tak posting

Hingga Juni 2007 sudah 167 posting,
kebutuhan untuk menulis terus mengarus
polanya makin panjang
sudah mencoba tip dari blogger lain
tapi membuat resume atau split artikel
tak kunjung bisa

Keputusan sudah diambil
agar tulisan panjang bisa dibuat
dengan penampilan ringkas di halaman depan
saya berpindah ke kompleks tetangga

Terima kasih
atas kesediaan anda berkunjung atau berkomentar
di blog saya
Saya masih tetap bisa dijumpai
kapanpun anda perlukan, please click here

My New Blog at http://dedidwitagama.wordpress.com

Labels:


Read more!

Monday, June 11, 2007

Jumpa terakhir

Pertemuan kami yang terakhir
ditandai dengan isak tangis
air mata haru
lepas dari pengunjung
di kediaman Bendri Pardomuan Tamba
di Kavling Semper Jakarta Utara

Dini, perwakilan Siswa
tak kuasa menahan air mata
selamat jalan sahabat
semoga segera temukan
tempat berdampingan dengan BAPAK
di sorga
amin

Labels:


Read more!

Saturday, June 09, 2007

Selamat Jalan Pak Bindri

Rekan kami,
guru Olah Raga SMK Negeri 3 Jakarta,
Bapak Bindri Pardomuan telah berpulang
pagi ini Sabtu 9 Juni 2007, karena sakit ...

kami semua merasa kehilangan
dan mendoakan beliau
semoga diterima disisiNya

Banyak kenangan
yang pernah kami lalui bersama ...
biarlah akan menjadi catatan
yang terbawa bersama zaman

Labels:


Read more!

Tuesday, June 05, 2007

Guru MENANGIS tak perlu?


Intimidasi terhadap sejumlah guru yang mengungkap kecurangan dalam pelaksanaan ujian nasional di Kota Medan dan sekitarnya semakin gencar, mulai dari pemecatan sampai dengan teror pembunuhan. Menghadapi tekanan yang demikian, mereka meminta perlindungan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di Jakarta (Kompas, 9 Mei).

Hal tersebut direspons oleh Komisi X DPR yang menyatakan akan melindungi saksi yang mengetahui kecurangan pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2007 (Kompas, 10 Mei).

Perlu dipertanyakan, sejauh mana pernyataan tersebut dapat memberikan rasa aman lahir maupun batin?

Sejarah membuktikan bahwa dari dulu sampai sekarang belum ada satu pun partai politik, organisasi massa, atau lembaga negara yang mampu meningkatkan kesejahteraan guru dan memberikan perlindungan kepada guru.

Banyak elite politik membicarakan nasib guru, mengklaim dirinya berkomitmen pada pendidikan, tetapi hanya untuk kepentingan propaganda politik.

Zaman keemasan yang pernah dinikmati guru pada tahun 1950 bukan karena jasa penguasa, bukan pula hasil perjuangan partai politik, melainkan kerja keras dan perjuangan guru sendiri.

Saat itu guru memiliki posisi yang terhormat secara ekonomis, politis, maupun profesional. Supremasi guru sejajar dengan dokter, pengacara, dan pejabat struktural pemerintahan. Tak pelak, pemerintah selalu melibatkan guru dalam proses pengambilan keputusan strategis.

Seiring dengan perubahan zaman, di mana para elite politik saling berebut kekuasaan, posisi strategis guru menjadi incaran partai-partai politik.

Proses "penjinakan" kinerja guru dilakukan secara sistematis oleh partai politik yang berkuasa. Penganugerahan gelar "pahlawan tanpa tanda jasa" tak mendorong para guru untuk semakin menyadari hak-hak otonom mereka, tetapi membuat mereka semakin terlena dan terpuruk.

Keberhasilan elite politik terlihat pada awal tahun 1960-an dengan menggeser posisi sentral guru ke lingkaran marjinal. Pada pertengahan tahun 2000-an guru benar-benar berada pada posisi marjinal; posisi tawar mereka sirna.

Akibatnya, guru tidak lagi dilibatkan dalam pengambilan kebijakan pendidikan, bahkan hak otonom guru untuk mengevaluasi hasil belajar para siswa dirampas oleh UN. Jelas sekali bahwa ini merupakan pengingkaran para penguasa terhadap upaya pemenuhan hak otonomi guru. Upaya renovasi kurikulum pun tidak pernah menempatkan guru sebagai sumber pengembangan atau mitra dialog.

Pelibatan guru tak lebih hanya pada tataran implementasi produk penguasa. Tidak heran, jika dalam melaksanakan profesinya selaku pendidik, guru kesulitan mengaktualisasikan visi pendidikan nasional secara utuh. Ini semua merupakan akibat pemangkasan hak-hak otonom guru oleh para penentu kebijakan.

Organisasi profesi


Zaman keemasan yang pernah digenggam para guru harus membangkitkan kembali semangat untuk menjadi sebuah kekuatan pembaru ke dalam organisasi profesi guru yang independen, yang menjadi kekuatan sentral perjuangan guru dan tidak berafiliasi pada partai politik atau menjadi onderbouw-nya. Yang penting harus berpijak pada kepentingan guru, kepentingan pendidikan (the best interest education), dan lebih demokratis. Itu semua hendaknya dapat menjadi "khitah".

Oleh sebab itu, perjuangan guru tak boleh dilakukan sambil lalu, spontan, dan tanpa perencanaan. Perjuangan seorang diri (Ibu Nurlaila), secara kolektif (Komunitas Air Mata Guru), dan demonstrasi ke jalan (di Madiun, Nganjuk, Surabaya, Purbalingga, NTT, Papua, Bandarlampung, Padang, dan Kampar) bisa jadi hanya akan menghasilkan short-term effects, dan hanya menguntungkan kelompok tertentu.

Organisasi profesi guru merupakan conditio sin aqua non. UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, khususnya Pasal 41 menegaskan bahwa (1) Guru dapat membentuk organisasi profesi yang bersifat independen; (2) Organisasi profesi berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat; (3) Guru wajib
menjadi anggota organisasi profesi.

Dengan demikian tidak ada alasan bagi guru untuk menyampaikan aspirasinya terhadap berbagai permasalahan pendidikan kepada partai politik atau lembaga lainnya. Sebab, organisasi profesi guru itu sendiri punya kewenangan untuk menetapkan dan menegakkan kode etik guru, memberikan bantuan hukum kepada guru, memberikan perlindungan profesi kepada guru, melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru, dan memajukan pendidikan nasional (Pasal 42).

Masalahnya, bagaimana guru menghimpun kekuatan mereka sendiri yang selama ini masih tercerai-berai oleh beragam persoalan.

Pertama, masih terdapatnya "kastanisasi" (guru swasta/negeri, guru tetap/tak tetap, guru bantu, guru kontrak). Kedua, belum terdapatnya kesamaan visi di kalangan guru. Ketiga, belum adanya kesadaran kolektif (collective conscience) di kalangan guru.

Kesadaran kolektif oleh Paulo Freire ditafsirkan sebagai proses di mana manusia berpartisipasi secara kritis dalam aksi perubahan (Politik Pendidikan, 1999 : 183). Kesadaran bukan sekadar refleksi terhadap realitas, tetapi merupakan proses penyadaran yang terus berlanjut hingga asumsi baru tercipta.

Menimbang berbagai masalah yang mendera nasib guru dan dunia pendidikan sebagaimana terurai di atas, pembentukan organisasi profesi guru tak dapat ditunda lagi! Cucuran air mata guru meski mengundang simpati, tak akan menyelesaikan permasalahan kendidikan yang begitu kompleks.

Justru dunia pendidikan patut menangis jika guru tidak mampu membentuk sendiri organisasi profesinya!

Bonaventura Suprapto Dosen Unika Darma Cendika Surabaya


Labels:


Read more!

Sunday, June 03, 2007

BORObudur



Borobudur adalah sebuah "buku tua" yang terbuka. Banyak yang mencoba membacanya. Namun, seperti buku lain, kebenarannya jadi probabilistik ketika diolah oleh pikiran manusia.

Dalam terang pemahaman seperti ini, tidak ada niat sepercik pun untuk menempatkan keping-keping keindahan dalam tulisan ini sebagai satu-satunya keindahan. Untuk itu, izinkan tulisan ini melaksanakan tugas probabilistiknya.

Seperti mau diolah arsiteknya, dalam kawasan Borobudur terbentang garis lurus yang menghubungkan tiga candi: Mendut, Pawon, Borobudur. Hampir semua pengunjung biasa maupun peziarah spiritual memulai kunjungan atau setidaknya melewati Candi Mendut lebih dulu.

Kendati tidak besar, Mendut menyimpan banyak pesan. Di bagian luar, ada relief kura-kura menggigit kayu yang diterbangkan dua burung. Melihat keindahan ini, sejumlah anak berteriak gembira: "duh burung betapa indahnya ide kalian!". Kontan saja kura-kura menjawab: "bukan ide burung, ideku!". Dan setelah jatuh, matilah kura-kura dengan badan berantakan berkeping-keping.

Setiap orang boleh punya penafsiran, namun perjalanan suci menuju Borobudur seperti diingatkan di pintu awal, hati-hati dengan ego. Membuka mulut atas nama ego, berisiko begitu besar.

Kelembutan vs ketekunan

Di dalam Candi Mendut, tersimpan tiga patung megah: Buddha diapit kelembutan Avalokiteshvara dan ketekunan Vajrapani. Seperti mau berpesan, setelah sadar akan bahayanya ego, temukan kebuddhaan di Borobudur dengan dua spirit: lembut pada orang lain, penuh ketekunan pada diri sendiri.

Dapur (pawon) adalah tempat memasak. Bahannya jelas, hati-hati membuka mulut atas nama ego, untuk orang lain hanya ada kelembutan, untuk diri tersedia ketekunan. Ini yang dimasak matang di Candi Pawon.

Beda dengan makanan sebenarnya yang diolah sekali waktu di tempat tertentu, makanan batin diolah setiap saat di tiap tempat. Itu sebabnya orang-orang Zen menyebut meditasi sebagai makan ketika lapar, tidur saat mengantuk. Atau keseharian itulah meditasi. Keseharianlah tempat kita memasak makanan-makanan batin.

Meminjam pesan sejumlah guru, dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, jadilah saksi penuh kasih (compassionate witness) terhadap apa saja yang muncul saat meditasi. Baik-buruk, suci-kotor, sukses-gagal semuanya disaksikan dengan penuh kasih.

Siapa pun yang lama berlatih penuh ketekunan menjadi saksi kasih, mengisi keseharian dengan kelembutan, akan merasakan kalau Borobudur menyimpan jauh lebih dari sekadar tumpukan batu-batu yang diukir. Sebagai rangkaian makna, Borobudur kerap diceritakan sebagai gunung kehidupan, berisi alam nafsu di bawah, alam bentuk di tengah, alam
tanpa bentuk di atas. Namun, setelah membaca tanda-tanda awal di Mendut, mengolahnya dalam keseharian berisi ketekunan dan kelembutan, tersedia penafsiran lain. Borobudur adalah perjalanan pembersihan batin dari segala kekotoran (serakah, benci, bodoh, dan lainnya).

Di bagian bawah terpampang kekotoran batin yang kasar ala nafsu badaniah. Di atasnya, terpampang kisah-kisah indah Siddharta Gautama. Dari kelahiran, pencerahan sampai menjadi guru manusia sekaligus dewa. Namun, tanpa kewaspadaan cukup, kisah-kisah para suci bisa menjadi sumber kekotoran batin. Terutama jika kisah para suci digunakan untuk menghakimi kehidupan. Guru ini salah, aliran itu salah, dan jadilah kisah para suci sumber amarah, permusuhan. Mempelajari kisah para suci tentu baik, membadankannya dalam keseharian lebih baik lagi, namun waspada jika kesucian juga bisa menjadi awal kekotoran batin adalah praktik meditasi yang membuat keseharian jadi bersih.

Kesucian yang dijaga kewaspadaan inilah lalu membukakan pintu pemahaman tanpa kata. Persis seperti bagian atas Borobudur yang tidak lagi berisi relief. Hanya lingkaran sempurna, diisi stupa, di tengahnya berisi Buddha dengan mudra memutar roda Dharma. Tanpa kata, tanpa penghakiman, hanya gerak keseharian yang melaksanakan kesempurnaan ajaran.

Mudah dipahami jika Dr Rabindranath Tagore (pemenang Nobel pertama dari luar Eropa), yang datang ke Borobudur 23 September 1927, lalu menulis rangkaian kesempurnaan ala Borobudur di Visva Bharati News.

Tiap rangkaian kalimat indah Tagore tentang Borobudur selalu diakhiri dengan, "let Buddha be my refuge". Biarlah kuberlindung pada sifat-sifat bajik di dalam diri. Artinya setiap batin yang bersih akan mengambil perlindungan hanya pada sifat-sifat bajik di dalam diri.

Perhatikan puncak perjalanan Tagore saat menulis Borobudur. Bila waktunya tiba, digapainya keheningan suci itu, yang berdiri diam di tengah gelora abad-abad keriuhan, sampai dia dipenuhi keyakinan, dalam ketidakterbatasan, ada makna kebebasan tertinggi, yang bergumam sekaligus bergetar: "biarlah kuberlindung pada sifat-sifat bajik di dalam diri'.

Soal ego, ketekunan, kelembutan Tagore, prestasi hidupnya sudah memberikan jawaban. Dan perjalanan Tagore ke Borobudur memberi inspirasi, siapa yang egonya terkendali, tekun berlatih, lembut sikapnya, maka tersedia sebuah tempat berlindung yang mengagumkan: sifat-sifat bajik di dalam diri.

Seperti pesan Dalai Lama: compassion is the best protection. Atau pesan tetua Jawa, orang bodoh kalah sama orang pintar. Yang pintar kalah dengan yang licik. Namun, ada yang tidak terkalahkan, yakni orang yang beruntung! Dan keberuntungan tertinggi tercapai ketika kebajikan membuat semuanya terlihat baik. Orang baik terlihat baik,
orang jahat terlihat baik karena kita cukup bajik.

Mungkin itu sebabnya stupa terbesar, teratas di Borobudur di dalamnya kosong (tanpa pesan) karena tidak ada lagi yang perlu dibicarakan.

Selamat hari Waisak. Semoga semua memperoleh perlindungan dalam kebajikan.

Ditulis oleh: Gede Prama Tinggal di Desa Tajun, Bali Utara
Sumber: Kompas

Labels:


Read more!

Komite Sekolah MANDIRI



Kepala SMK Negeri se Jakarta berkumpul di Wisma tugu Cisarua melakukan Workshop Komite Sekolah hari Rabu hingga jumat 30 Mei – 1 juni 2007, dibuka oleh Kabag TU dinas Dikmenti DKI Jakarta, Drs. H. Thahir Husein.

Materi yang dibahas mencakup AD & ART Komite Sekolah, Teknis Manajemen Komite Sekolah, AD & ART K3S (Kelompok Kerja Kepala Sekolah).

Dalam pengamatan Saya, berdasarkan pengalaman beberapa tahun terakhir ini tampaknya Dinas Dikmenti DKI Jakarta berupaya lebih memberikan keleluasaan bergerak kepada Komite Sekolah, setelah sekian lama berupaya memberi "arahan", contoh, model atau petunjuk tentang pengelolaannya.

Selanjutnya masyarakat dan sekolah kini memegang kendali, apakah Komite Sekolah hanya akan menjadi alat menghimpun pembiayaan dari orang tua murid atau mampu mendorong kearah optimalisasi pendidikan, menuju masyarakat yang lebih cerdas dan sejahtera .... yuuuk

Tampak Pak Wurdono Kepala SMK Negeri 29 Jakarta serius sampaikan ide sambil acungkan tangan ditatap Bu Elfrida Kepala SMK Negeri 44 Jakarta, Pak yayat Hidayat Kepala SMK Negeri 4 Jakarta, Pak Waluyo Kepala SMK Negeri 6 Jakarta dari kejauhan ... serius sekali ...

Labels:


Read more!

Wednesday, May 30, 2007

Mimpi Indonesia


Mari kita bermimpi dan berhitung. Melalui Visi 2030 apa yang kira-kira dialami anak Indonesia yang lahir tahun 2007? Ketika berumur 23 tahun nanti, mereka yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi, kalau mendapatkan pekerjaan akan membentuk angkatan kerja dengan pendapatan per kapita 18.000 dollar AS per tahun. Mereka akan berpenghasilan Rp 15 juta per bulan, atau Rp 500.000 per hari dengan kurs Rp 10.000. Merekalah sebagian dari 285 juta jiwa penduduk Indonesia.

Visi Indonesia 2030 itu ketika dipertemukan dengan realitas aktual, terbentang jurang besar, kata Romo Pujasumarto. Pada tahun 2006, misalnya, dengan penduduk lebih dari 220 juta orang, kondisi kehidupan ekonomi Indonesia masih sangat memprihatinkan.

Kemiskinan adalah kenyataan hidup. Sampai Februari 2005, misalnya, 35,10 juta warga negara, artinya 15 persen dari 97 juta penduduk—membengkak menjadi 35,1 juta orang (15,97 persen) dari jumlah penduduk Indonesia—menderita kemiskinan. Jumlah itu meningkat menjadi 39,05 juta (17,97 persen) pada bulan Maret 2006. Merekalah orang miskin dengan biaya hidup di bawah Rp 14.000 per hari per orang, artinya per bulan Rp 420.000. Ketika kemiskinan diukur dengan biaya hidup sekitar Rp 18.000 per orang per hari, jumlah orang miskin Indonesia menjadi 108,78 juta atau sekitar 49 persen penduduk Indonesia.


Kalau data di atas disandingkan dengan data pengangguran, dua entitas yang punya relasi saling memengaruhi, dijumpai betapa negeri ini secara kualitatif merosot. Laporan PBB yang terakhir, Mei 2007, menyebutkan tingkat pengangguran di Indonesia merupakan yang tertinggi di antara negara-negara ASEAN. Sepanjang tahun 2000-2006 tingkat pengangguran di sebagian besar negara ASEAN stabil atau menurun, sebaliknya di Indonesia naik dari 6 persen menjadi 10,4 persen.

Jurang besar visi dan realitas itulah yang dihadapi. Visi Indonesia 2030 tidak memperhitungkan tantangan riil yang dihadapi. Visi memang mimpi. Sehingga ketika dibuat dengan mengabaikan faktor ruang kontekstual, visi menjadi utopia. Ngawang-awang di langit takkan tercapai. Padahal ada hitung-hitungan yang dibuat Tujuan Pembangunan Abad Milenium (Millenium Development Goals/MDGs). MDGs dengan rinci menegaskan tingkat capaian pembangunan sampai 2015.

Mengenai bidang pendidikan yang tidak dirumuskan Visi 2030, MDGs menargetkan pada 2015 semua anak di mana pun dapat menyelesaikan pendidikan dasar. "Saya melihat rumusan MDGs realistis dan terukur baik dalam hal menanggulangi kemiskinan dan kelaparan maupun pendidikan," kata Tukiman Taruna. Dengan tidak menyebutkan pendidikan dan semata-mata capaian ekonomi, rupanya Visi 2030 beranggapan,
"Sejauh perekonomian membaik apalagi estimasi pendapatan 50 dollar AS sehari, sejauh itu pula pendidikan semakin mencerdaskan bangsa."

MDGs mencantumkan 41 indikator. Semua indikantor terukur dengan jelas, misalnya, target menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya pada tahun 2015. Indikatornya, prevalensi anak balita kurang gizi, proporsi penduduk yang berada di bawah garis konsumsi minimal 21.000 kalori per kapita per hari. Sementara dalam Visi 2030 masih sangat global dan umum.

Bicara mengenai angkatan kerja berarti juga bicara tentang pendidikan. Artinya, apakah angkatan kerja nanti sudah siap dan sudah dengan baik dipersiapkan. Sebuah penelitian yang pernah dilakukan sebuah fakultas Universitas Gadjah Mada, menunjukkan ketika kita berbicara tentang perkembangan anak, 76 persen keberhasilannya sangat tergantung dari program intervensi yang kita lakukan. Intervensi antara lain dilakukan lewat Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diluncurkan
pemerintah tahun 2006.

Ketika program intervensi dilakukan terhadap kesejahteraan keluarga, kontribusinya hanya 50 persen bagi perkembangan anak. Sementara pendapatan 18.000 dollar AS per tahun menurut Visi 2030 mau digenjot. Berdasar penelitian ini sumbangannya terhadap perkembangan anak hanya 50 persen.

Pendidikan = jembatan


Hitung-hitungan logis diskusi sehari itu menegaskan persyaratan yang disampaikan kepala negara. Mengutip Presiden, "bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu mewujudkan mimpi yang besar", perwujudan itu memerlukan sejumlah syarat. Salah satu jembatan yang perlu mendapat perhatian serius adalah pendidikan; bagaimana mempersiapkan anak didik agar mengalami "impian 2030" itu.

Sebaliknya pada saat yang sama, kita memang bangsa gampang lupa, pengidap amnesia.

Dalam konteks pengidap amnesia, tahun 1957 Presiden Soekarno pernah kecewa. Dia kecewa atas pengembangan pembangunan nasional yang perlu diberi basis pada pengembangan sumber daya manusia. Dua puluh lima tahun kemudian kondisi itu tidak jauh berbeda. Menurut Soedijarto, panelis, di tengah kondisi semakin tertinggal jauh dari perkembangan global, tahun lalu Indonesia belum termasuk dalam 10 besar ekonomi .

Menurut Soedijarto, dalam kondisi mencemaskan itu, Indonesia Forum meramalkan tahun 2030 Indonesia akan muncul sebagai salah satu lima besar ekonomi dunia. Perkembangan pesat itu menurut Soedijarto disebabkan keberhasilan mengembangkan pendidikan tinggi.

India, misalnya, yang pada 2005 berada di luar 10 besar diramalkan pada 2040 masuk menjadi nomor tiga. India diramalkan menghasilkan hampir 700.000 sarjana IPA dan teknik yang pada tahun 1990-1991 baru lebih kurang 200.000 sarjana. China yang pada 1990-1991 menghasilkan 200.000 sarjana IPA dan teknik, tahun 2004 menghasilkan lebih dari 500.000 sarjana. AS yang pada 1990-1991 menghasilkan lebih dari 300.000 sarjana IPA dan teknik, tahun 2004 telah menghasilkan 400.000 sarjana.

Cerita sukses mereka menunjukkan bahwa pendidikan, utamanya pendidikan tinggi, merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan negara, terutama ekonomi. Karena itu, menarik dipersoalkan Visi Indonesia 2030 kurang mendudukkan peran pendidikan tinggi. Memang tidak langsung disebutkan, pada 2030 Indonesia masuk 10 besar dunia, tetapi bagaimana "jembatan" itu dikembangkan tidak dijelaskan rinci.

Pertanyaannya, bagaimana strategi pendidikan nasional Indonesia menghadapi tantangan ke depan itu. Selain menyangkut dana pendidikan yang belum mencapai 20 persen, AS pada tahun 2005 menyediakan beasiswa 100 miliar dollar AS, di samping dana-dana lain untuk meningkatkan jumlah lulusan bermutu dan kompeten.

Belum ketemu

Kalau segala ketentuan dalam Pasal 31 UUD 1945, terutama yang terkait Pasal 31 Ayat 2: "setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya," Pasal 31 Ayat 5: "pemerintah berkewajiban memajukan iptek" dilaksanakan secara konsekuen, perkiraan visi Indonesia 2030 bukanlah mimpi besar.

Menurut Soedijarto, pasal-pasal dengan konsekuensi anggaran 20 persen itu mengarahkan, kalau Indonesia akan membangun kehidupan bangsa yang cerdas, amat tergantung keberhasilan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang bermutu dan merata. Hal itu tercermin dari keberhasilan Singapura, Korea Selatan, Taiwan, dan Jepang yang didasarkan atas keberhasilannya membangun infrastruktur sebagai bagian
dari fase awal industrialisasi. Infrastruktur dimaksud meliputi fisik, teknologi, SDM, dan kewirausahaan/usaha kecil. Keempatnya prasyarat keberhasilan pembangunan ekonomi.

Dalam hal infrastruktur teknologi yang terkait dengan penyiapan SDM, terlihat jelas hubungan universitas dan produktivitas universitas utamanya bidang iptek. Pada abad ke-21 ini universitas merupakan mesin utama lembaga pendidikan dan riset, dan pembangunan ekonomi berdasar iptek. Karena itu, AS menyediakan anggaran belanja untuk pendidikan tinggi 2,5 persen PDB-nya, sedangkan dana pendidikan bagi SD hingga
universitas di Indonesia hanya 0,2 persen PDB. Akibatnya, walau lulus, tak ada hubungannya dengan dunia industri.

Strategi dan sistem pendidikan di Indonesia terlihat tidak gayut (ketemu), dengan Visi 2030. Praksis pendidikan tidak relevan dengan pembangunan ekonomi, tidak relevan dengan pembangunan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagai sebab atau akibat, hal itu terlihat belum dibiayainya secara penuh penyelenggaraan pendidikan dasar, sehingga sekitar 30 persen anak usia SD tidak dapat menyelesaikan pendidikan tingkat SD, hanya 60 persen lulusan SD meneruskan ke jenjang SMP. Dari sisi hukum terlihat tidak dilaksanakannya ketentuan Pasal 12 Ayat 6 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang hak anak untuk memperoleh pelayanan pendidikan sesuai bakat, minat dan kemampuannya.

Penyelenggaraan ujian nasional mempersulit upaya menjadikan sekolah sebagai tempat pembelajaran segala kemampuan, nilai, dan sikap yang diperlukan. Padahal, lembaga pendidikan bukanlah untuk memilih dan memilah mereka dari segi kemampuan kognitif, suatu praksis pendidikan yang a-demokratis. Lebih parah lagi, mereka berasal dari keluarga tidak mampu. Apalagi dengan kelalaian Indonesia membiayai pendidikan
tinggi, semakin terlihat sulit merealisasikan Visi 2030.

Karena berbagai ketentuan dalam UUD 1945, dan UU No 3/2003 tidak dilaksanakan, artinya perlu tinjauan budaya politik di Indonesia. Tidak dilaksanakannya ketentuan mendasar untuk masa depan bangsa, masih menjadi salah satu karakteristik praktik politik di Indonesia; menunjukkan belum cerdasnya kehidupan bangsa ini.

Diskusi menawarkan jalan keluar. Satu di antaranya bagaimana partai tidak hanya berkutat pada persoalan hak-hak politik, tetapi juga hak-hak dasar sebagai hak asasi manusia, di antaranya hak memperoleh pendidikan baik dan kompeten.

Dengan fokus itu politisi dan birokrat Indonesia memperjuangkan secara serius dalam wacana maupun eksekusi tentang terealisasinya pasal-pasal UUD berikut turunannya, termasuk terealisasinya 20 persen anggaran nasional untuk pendidikan. Kalau tidak, gagal pernyataan Presiden, bahwa "bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa mewujudkan mimpinya".

Visi Indonesia 2030 tetap jadi mimpi besar.

Sumber: Kompas

Labels:


Read more!

Sunday, May 27, 2007

TI dan Anak KITA

Liputan dari Seminar Kiat Orang Tua Mempersiapkan Anak Menghadapi Era Informasi yang Kian Canggih, Libra Room Hotel The Sultan, Jakarta 12 Mei 2007 Kerja Sama Komite Sekolah SDN P Menteng 01 Jakarta dengan Dewan Pendidikan Jakarta Pusat


Seto Mulyadi, mengungkapkan bahwa orang tua ketika mendidik anak harus dilakukan dengan hati melalui pemberian contoh, membuka wawasan anak lebih luas melalui media elektronik dengan bimbingan orang tua, biarkan mereka memutuskan kemana arah yang dituju ketika dewaasa, orang tua hanya memberi gambaran tentang berbagai profesi yang ada di masyarakat. Ada kemampuan yang harus dikembangkan agar dimasa dewasa anak mempunya parasit-parasit cadangan sehingga mampu berperan di lingkungannya. Beliau memberi contoh seorang Doktor di bidang musik yang eksis di bisnis jamu. Menekankan bahwa pendidikan sarjana bukan menjadi hal utama yang mebawa kesuksesan, banyak orang sukses yang tak melalu pendidikan sarjana.

Roy Suryo, pakar TI dan Multi Media mengungkap berbagai hal yang berkembang di dunia dan mendorong kewaspadaan orang tua untuk waspada agar anak-anak tak terbawa pengaruh negatif IT tetapi mampu mendorong pemanfaaatan ke arah yang positif ... paparannya sangat interaktif dengan berbagai rekaman peristiwa disekitar rekayasa wajah Presiden hingga video mesum anggota lagislatif yang terhormat.

Prof. Dr Arief Rahman mengedepankan agama dan moral sebagai landasan utama pengembangan diri anak-anak dimana orang tua harus memberi contoh terlebih dahulu sebelum menuntut anaknya melakukan suatu, keikhlasan. Watak yang perlu dikembangkan mencakup Bertaqwa, Fleksibel, Keterbukaan, Ketegasan, Berencana, Percara Diri/Mandiri, Toleransi, Disiplin, Berani ambil resiko, Orientasi masa depan-penyelesaian tugas.

Penyaji terakhir dr. Soedjatmiko, Sp.A(K), M.Si yang ssampaiakan betapa pentingnya zat besi untuk pertumbuhan anak

Labels:


Read more!

Thursday, May 24, 2007

Trik diTILANG polisi








Melanggar rambu lalu lintas? ... ditilang? damai di tempat ... atau disuruh push up? ha ha ha ....

Silahkan simak trik dari millis kompas:

Sekedar info nih. Kalau kena tilang, langsung minta aja Slip Biru. Polisi Lalulintas itu punya 2 slip. Slip Merah dan Slip Biru. Kalau Slip Merah, berarti kita menyangkal kalau melanggar aturan dan mau membela diri secara hukum. Kalau kita dapat Slip Merah , berarti kita akan disidang. Dan SIM kita harus kita ambil di pengadilan setempat. Tapi ngerti sendiri kan prosesnya? Nguantri yg panjang bgt. Belom lagi calo2 yang bejibun. Tetapi kalau Slip Biru kita mengakui kesalahan kita dan bersedia membayar denda. kita tinggal transfer dana ke nomer rekening tertentu (BNI kalo ga salah). Abis gitu kita tinggal bawa bukti transfer untuk di tukar dengan SIM kita di kapolsek terdekat dimana kita ditilang.

Misalnya, kita ditilang di Perempatan Mampang-Kuningan, kita tinggal ambil SIM kita di Polsek Mampang. Dan denda yang tercantum dalam KUHP Pengguna Jalan Raya itu tidak melebihi Rp. 50.000,- dan dananya Resmi, masuk ke Kas Negara. Jadi, kalau ada Polantas yang sampe minta undertable Rp. 75.000,- atau Rp. 100.000,- Biasanya di Bunderan HI arah Imam Bonjol tuh, (sorry) but it's Bu**S**t! Pasti masuk kantong sendiri.

Trust me guys, I've been doing this before. Waktu kena tilang di Bundaran Kebayoran (Ratu Plaza). Saya memotong garis marga. Karena dari arah senopati sebelumnya saya berfikir untuk ke arah Senayan, tetapi di tengah jalan saya berubah pikiran untuk lewat sudirman saja. Dan saya memotong jalan. Saya berhenti di lampu merah arah sudirman. Dan tiba-tiba Seorang polisi menghampiri dan mengetok kaca mobil. Dia tanya, apa saya tau kesalahan saya? Ya saya bilang nggak tau. Trus dia bilang kalau saya memotong Garis Marka (atau apalah namanya, garis yang bukan garis putus-putus). Saya cuman bilang, masa sih pak? saya nggak liat. Maafin deh pak. Tapi dia ngotot meminta SIM saya. Alhasil saya harus berhenti sejenak untuk bernegosiasi. Dia meminta Rp. 70.000,-. Dengan alasan, kawasan itu adalah Kawasan Tertib Lalulintas. "Nyetir sambil nelfon aja ditilang mbak!". Dia bilang gitu. Saya kembali ke mobil, dan berbicara sama teman saya yang kebetulan menemani perjalanan
saya. Teman saya bilang, "Udah kasih aja Rp. 20.000,- kalo ga mau loe minta Slip Biru aja". Dengan masih belum tau apa itu Slip Biru, saya kembali menghampiri pak polisi sambil membawa uang pecahan Rp. 20.000,-. "Pak, saya cuman ada segini." Si polisi dengan arogannya berkata, "Yaahh.. segitu doang sih buat beli kacang juga kurang mbak". Sambil tertawa melecehkan dengan teman2nya sesama `Polisi Penjaga`. "Ya udah deh pak, kalo gitu tilang aja. Tapi saya minta Slip yang warna Biru ya pak!". Seketika saya melihat raut wajah ketiga polisi itu berubah. Dan dengan nada pelan salah satu temannya itu membisikkan, tapi saya masih mendengar karna waktu itu saya berada di dalam pos. "Ya udah, coba negoin lagi, kalo ga bisa ga papalah. Penglaris, Mangsa Pertama. Hahahaha..." . Sambil terus mencoba ber-nego. Akhirnya saya yang menjadi pemenang dalam adu nego tersebut. Dan mereka menerima pecahan Rp. 20.000,- yang saya tawarkan dan mengembalikan SIM saya. Dalam
perjalanan, teman saya baru menjelaskan apa itu Slip Biru.

So, kalo dititalng. Minta Slip Biru aja ya! Kita bisa membayangkan dong, bagaimana wajah sang polantas begitu kita bilang, "Saya tilang aja deh pak, Saya mengaku salah telah menerobos lampu merah.Tolong Slip Biru yah!". Pasti yang ada dalam benak sang polisi "Yaahh... ngga jadi panen deh gue..."

Drive Save, Drive Carefully, & Cheers,
_________________________________________________________
Jolanda D Matakupan
The Jakarta Delirium Event Organizer, Production House, Architect & Interior Design, Export Import Delivery Services.
e-mail: : jolanda@jakarta- delirium. com
Phone : +6221.30730701
Mobile : +62811.176.706

Labels:


Read more!

Wednesday, May 23, 2007

Sahabat Sejati


Ketika kita letih
sedih berperih
air mata berbuih

sulit mencari teman
yang bisa diajak bicara
kecuali sahabat sejati
yang mendengar dengan empati
meringankan beban membasuh hati

beruntung sekali
saya punya sahabat
yang sudah teruji
dalam hitungan
tahun yang panjang

kami sering bertengkar
membahas ide yang tak seirama
mengkritik satu sama lain
mebantu ketika dibutuhkan
memberi saat tak diminta

kadang kita saling "jahil"
dalam batas yang konstruktif
selalu berakhir positif
untuk selalu menguatkan
agar tetap surfive
di lingkup kehidupan
masing-masing

selamat berjuang sahabat

Labels:


Read more!

Wednesday, May 16, 2007

Wow .. India yang hebat


"Hidup sederhana sewaktu kaya adalah cara jitu menuju kesadaran akan hidup yang sehat dan membawa manfaat bagi masyarakat. Orang harus memiliki keberanian untuk berfikir yang besar, tidak pernah berkompromi dengan nilai-nilai dasar dalam keadaan apapun, dan selalu membangun kepercayaan diri dan memandang ke depan."
Dia juga menekankan untuk selalu bergaul dengan orang-orang baik agar memiliki teman terbaik yang akan membantu, selalu obsesif terhadap kualitas, bermain untuk menang dan menyerahkan segalanya peda kekuatan yang lebih besar, yaitu Tuhan.


Azim Hashim Premji atau yang lebih dikenal sebagai Azim Premji adalah orang terkaya di India. Premji yang lahir di Gujarat, India, pada 24 Juli 1945 telah menjadi ikon bagi industri dan pelaku bisnis di bidang teknologi informasi (TI) di India.


Dia berhasil mengubah bisnis keluarganya di bidang produksi minyak goreng menjadi perusahaan perangkat lunak atawa software kelas dunia. Kesuksesan Premji menjadi inspirasi bagi banyak orang. Tak heran, jika orang India menjadikannya sebagai ikon bisnis teknologi informasi India.

AZIM Premji mulai tertarik pada dunia?teknologi ketika dia belajar sebagai mahasiswa teknik mesin dan listrik di Universitas Stanford, Amerika Serikat. Ia menyabet gelar sarjananya pada tahun 1966. Tak lama setelah lulus, orang tua Premji meninggal dunia.

Di usia yang masih belia, yaitu 21 tahun, Premji harus mengambil alih kepemimpinan bisnis keluarga, yaitu Wipro Ltd, yang merupakan sebuah perusahaan goreng. Maka, ia menjabat sebagai Direktur Utama Wipro Ltd dengan kepemilikan saham sebanyak 82%. Premji memiliki visi yang simpel untuk memajukan Wipro, yaitu: membangun organisasi berdasarkan nilai.

Dia percaya bahwa manusia luar biasa adalah mereka yang mampu untuk berpikir menjadi luar biasa. Dia juga percaya, ia harus memberikan kepercayaan yang tinggi terhadap timnya karena mereka mampu?memikul tanggung jawab itu.

Di bawah kepemimpinan Premji, perusahaan yang semula hanya bergerak di lini minyak goreng itu mulai melebarkan sayap bisnisnya. Wipro mulai masuk ke industri teknologi informasi (TI) dan perangkat lunak komputer.

Bisnis barunya ini maju pesat. Kini, perusahaannya masuk dalam kategori 100 perusahaan teknologi terkemuka di dunia dengan pendapatan?mendekati US$ 2,5 miliar pada tahun 2007.

Hebatnya lagi, modal awalnya yang berasal dari bisnis minyak goreng itu semula hanya US$ 2 juta. Namun, sejak bisnis?TI-nya berkembang, modalnya tumbuh berlipat-lipat menjadi US$ 1,76 miliar.

Perjuangan Premji agar produk perangkat lunak dan produk lainnya dari Wipro bisa diterima di pasar internasional tidak mudah. Dia harus bersaing ketat dengan perusahaan-perusahaan sejenis yang lebih terkenal di Amerika maupun Eropa. Namun, kompetisi ini justru membuat Premji semakin bersemangat.

Alhasil, Wipro mampu menjual produknya ke perusahaan-perusahaan terkemuka. Perusahaan-perusahaan seperti Nokia, NEC, Cisco Systems, Sun Microsystems, dan Alcatel menjadi konsumennya. Selain itu,?perusahaan-perusahaan seperti IBM, Accenture, dan Electronic Data Systems juga lebih menyukai TI buatan India. Soalnya, TI buatan India ini selain harganya lebih murah,?kualitasnya tidak kalah dengan TI negara-negara maju.

Premji selalu memperhatikan dan mengingatkan kepada karyawannya untuk menjaga kualitas produknya sehingga pelanggannya tidak merasa kecewa.? Makanya, Wipro menjadi salah satu dari sepuluh perusahaan teknologi paling top di dunia.

Tak heran kalau Premji menjadi tokoh yang banyak dibicarakan di India. Apalagi, perkembangan ekonomi di India tidak lepas dari perkembangan teknologi dan sumber daya manusia di sana. Jadi, Azim Premji layak dikategorikan sebagai salah satu tokoh penggerak ekonomi di India.

Suami Yasmin Premji ini?masuk ke dalam daftar?orang terkaya dunia versi Majalah Forbes mulai tahun 1999 sampai 2007 dengan kekayaan sekitar US$ 17,1 miliar. Ia juga dikategorikan oleh Majalah Time pada April 2004 sebagai salah satu orang yang berpengaruh didunia. Dia juga disebut sebagai orang yang punya kekuatan untuk melakukan perubahan. Bahkan, Business Week edisi Oktober 2003 menjulukinya sebagai Raja Terkaya di India.

Premji memperoleh gelar doktor kehormatan dari Akademi Pendidikan Tinggi Manipal, India. Ia juga menjadi anggota Komite Perdagangan dan Industri di India yang bertanggung jawab kepada perdana menteri. Pada Januari 2005, Pemerintah India menganugerahkan gelar Padmabhushana kepada Premji. Ini merupakan salah satu penghargaan tertinggi untuk warga negara India.

Namun, Premji tidak lantas lupa daratan. Pada 2001, dia?mendirikan Azim Premji Foundation, organisasi nirlaba yang memiliki visi memberikan kontribusi untuk meningkatkan mutu pendidikan, persamaan hak, dan peduli terhadap kondisi sosial kemasyarakatan.

Sumber: Surat Kabar Kontan


Labels:


Read more!

Monday, May 14, 2007

Manusia PAKU

Bersepeda, mereka lalui jalan Jakarta ... dari tempat tingalnya di sekitar Cipinang menuju lokasi mencari paku ... hingga ke daerah Cideng, Mangga Besar, Kota dan lainnya ...

berbekal peralatan magnet, pengki, ember yang dilubangi, sekop/cangkul kecil, kantong penampung ... dan sepatu agar tak kena benda tajam dikali yang kelam ... mereka mengais-ngais paku, besi, atau logam lainnya hingga logam mulia, satu kilogram besi bisa dijual seribu.



Sabtu pagi, 12 Mei mereka memilih lokasi kali disekitar komplek pertamina pulo gadung, tepi Jl. Pemuda Jakarta Timur, bertiga, berkubang di air buangan warga Jakarta ... disekitar sampah berserak ... memilah besi dan rongsokan, pagi itu
diantara mereka dapatkan cincin emas.

Seminggu setelah peristiwa banjir besar di Jakarta mereka peroleh logam mulia hingga perolehan uang hasil penjualannya berjumlah hampir satu setengah juta rupiah ... fuiii betapa kerasnya hidup di Jakarta, mereka cari uang di hitamya kali Jakarta dari logam yang mengalir dengan nominal seribu rupiah per kilogram ... dimana anda mencari nafkah?

Labels:


Read more!

Saturday, May 12, 2007

Kepala Dinas minta diajari BLOG


Dari judul posting ini anda bisa lihat, betapa seorang Kepala Dinas Dikmenti Provinsi DKI Jakarta haus akan hal-hal baru, mengikuti Ahmadinejad Presiden Iran, Barrack Obama calon Presiden US dan Juwono Sudarsono yang lebih dulu ngeBLOG.

Kamis pagi, 10 Mei 2007 Saya dan Ibu Murni Ramil kembali jumpa di Perpustakaan UNJ diacara Seminar tentang UU Guru dan Dosen, setelah itu Ibu Murni menuju Sudin Dikmenti Jakarta Pusat dan Saya ke Dinas Dikmenti karena ada beberapa rapat yang harus Saya ikuti … sore hari Saya meluncur ke Villa Dwimma Cipayung memenuhi undangan Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas RI untuk ikuti kegiatan Penyusunan Model Pembelajaran Berbasis Keunggulan Lokal.

Setelah sholat Jumat, 11 Mei 2007 Saya minta izin ke panitia untuk turun ke Jakarta bertemu dengan Kepala Dinas Dikmenti Provinsi DKI Jakarta, bersama Ibu Murni Ramli, ditemani Pak Haji Bustamam Ismail, Pak Deni Triwardana, Pak Sudiono, Pak Haryanto, dan Pak Bahar, kami diterima pk. 16.00.

Sekitar setengah jam lebih Ibu Murni Ramli mewawancarai Pak H. Margani M. Mustar yang ditemani oleh Pak Bambang Pramestiadi, Kasubdis SMK Dinas Dikmenti DKI Jakarta, topiknye disekitar manajemen tenaga kependidikan di DKI Jakarta. Dialog terjadi sangat intens dan padat … diselingi tawa dan canda … membuat waktu berlalu sangat cepat. Pada kesempatan itu juga dibicarakan kemungkinan Profesor Jepang bisa menyumbangkan tulisan untuk Jurnal Ilmiah Pemdidikan yang diterbitkan FORMOPPI dimana Pak Margani menjadi Sekjen.

Selanjutnya tim IT SMK Negeri 3 Jakarta memaparkan kegiatan pembelajaran yang menuju e-learning dimana salah satu programnya adalah mendorong guru-guru untuk menulis materi pembelajaran atau apa saja yang berkaitan dengan pembelajaran di BLOG, saat ini lebih dari 30 % guru di SMK Negeri 3 Jakarta sudah memiliki BLOG, yang mendampingi Saya saat itu adalah BLOGGER SMK Negeri 3 Jakarta. Mereka berbicara tentang konsep dan isi blog masing-masing.

Di akhir pertemuan Kepala Dinas memintakami untuk mengajarkan membuat blog … kami siap Pak! … kalau di jajaran menteri ada Pak Juwono Sudarsono yang ngeblog, di jajaran Kepala Dinas Pendidikan nanti ada Pak Margani yang ngeblog, seperti Barrack Obama, calon Presiden Amerika dan Ahmadinejad, Presiden Iran.

Terima kasih Pak H. Margani, Pak Bambang atas kesediannya menerima kami, juga kepala Pak Iswoyo yang telah membantu terlaksananya rencana kami, semoga Allah memberikan jasa yang setimpal atas budi baik yang tercurah pada kami … di perjalan pulang Bu Murni bergumam; “Alhamdulillah, Allah telah kabulkan doa Saya setiap tahajud malam hari …”

Saat ini tim IT SMK Negeri 3 Jakarta sedang siapkan tutorial …

Labels:


Read more!

Tentang Jepang di SMK 3 Jakarta


Rabu pagi, 9 Mei 2007 Bu Murni Ramli kontak Saya kabarkan bahwa posisinya di Bogor pagi itu, rencananya akan wawancara dengan Saya dan beberapa guru dan siswa SMK Negeri 3 Jakarta, termasuk dengan pengelola pendidkan di DKI Jakarta. Agar tak buang waktu Saya persilahkan beliau datang ke Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dimana pagi itu Saya punya agenda.

Saya kontak staf Kepala Dinas Pendididikan Menengah dan Tinggi (Dikmenti) Provinsi DKI Jakarta untuk meminta waktu audiensi dan wawancara berkaitan dengan materi penelitian sahabat pendidik yang sedang kuliah di Jepang itu … alhamdulillah kami bisa diterima Kepala Dinas Dikmenti Jumat 11 Mei 2007 Pk. 16.00 WIB.

Wawancara dengan Saya dilakukan di kampus UNJ dan sepanjang perjalanan arungi rimba kemacetan Jakarta … sementara Pak Haji Bustamam (wakil kepala SMK Negeri 3 Jakarta) koordinasikan persiapan dialog dengan Ibu Murni Ramli: kabarkan semua guru dan TU, LCD, Note book, makan siang dan lainnya … jadilah kami mendengar banyak hak tentang pendidikan, guru, budaya dan hal-hal lain tentang Jepang.

Diawali dari sistem pendidikan SMK di Jepang, lanjut dengan suasana belajar, kelas, guru budaya di sekolah, anak SLTA Jepang yang bekerja setelah pulang sekolah, kehidupan orang tua, persatuan guru yang aktif perjuangkan hak dan tingkatkan kualitas.

Pak Sudiono bertanya tentang gejala bunuh diri anak muda, Pak Aston tentang uang dan kehormatan, Pak Hari tentang system pendidikan, Bu Zhilmiyati tentang pendidikan dan Pak Deni yang berterima kasih atas kunjungan langsung dan kontak melalu blog selama ini.

Setelah paparan di ruang guru dilakukan wawancara dengan perwakilan pengurus OSIS SMK Negeri 3 Jakarta dan perwakilan guru SMK Negeri 3 Jakarta, Pak Sudiono guru PKn Sejarah yang sebentar lagi jadi Kepala Sekolah.

Agenda setelah itu adalah menemui staf Sudin Dikmenti Jakarta Pusat di Salemba, dan diberi izin wawancara besok … wawancara dengan saya masih berlanjut diperjalanan pulang, rabu sore.

Labels:


Read more!

SMA 6 memanGGIL


Atas rekomendasi dari dua Guru BP yang cantik, yaitu Ibu Tuti (SMA Negeri 10 Jakarta) dan Ibu Nani (SMA Negeri 6 Jakarta), Saya diundang menyajikan materi “How to be a good leader” di SMA Negeri 6 Bulungan Jakarta Selatan, Senin 7 Mei 2007 pada acara “OK” – Orientasi Kepemimpinan.

Selengkapnya klik disini

Labels:


Read more!